SINGGAH 40 MENIT DI PULAU KELOR


Dulu saya mengira bahwa wisata alam di Provinsi DKI Jakarta nyaris tidak ada. Paling-paling wisatanya ke restoran, eksis dengan background gedung-gedung bertingkat, dan wahana-wahana permainan yang membosankan. Namun, ternyata salah besar. Di sisi utara Jakarta, terdapat gugusan pulau yang bernama Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu menjadi nama Kabupaten Kepulauan Seribu dibawah naungan pemerintah Kota Jakarta Utara. 

Karena saya orangnya pecinta barang-barang yang megandung nilai sejarah, saya tergiur akan foto promosi paket wisata yang diadakan oleh salah satu agen travel di Instagram. Fotonya memuat sebuah benteng yang sudah cukup usang termakan usia namun memiliki sisi artistik tersendiri. Dari situlah saya bertekad untuk berangkat kesana dan mengajak beberapa teman untuk ikut berangkat. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau menurut saya, 99.000 rupiah sudah termasuk tiket masuk Pulau Kelor dan Pulau Untung Jawa, tiket pulang-pergi kapal tradisional, dokumentasi foto, dan asuransi jiwa. Kali ini saya akan membahas Pulau Kelor dulu, untuk Pulau Untung Jawa akan saya bahas di postingan berikutnya.
Pulau Kelor
Pulau Kelor merupakan pulau kecil tak berpenghuni yang berada di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Pulau Kelor memiliki nama asli Kerkhof, yang artinya halaman gereja, atau bisa dibilang areal pemakaman. Menurut pakar sejarawan, pulau ini dulunya digunakan untuk eksekusi tahanan Belanda dan dikuburkan disini juga. Meskipun demikian, tak ada satupun nisan yang ditemukan disini.

Reruntuhan benteng
Titik temu rombongan peserta berada di Dermaga Muara Kamal, Jakarta Utara. Kapal kami mulai berangkat sekitar jam 09.00 pagi. Menikmati perjalanan laut dengan ombak yang tenang membuat pagi ini serasa tenang dan damai. Dari atas kapal ini, saya melihat beberapa kapal-kapal lain yang berlalu lalang, ada proyek jembatan, dan juga tambang minyak lepas pantai. Air laut yang berada di sekitar Dermaga Muara Kamal menghitam diirngi bau tak sedap. Namun, lambat laun menghilang ketika kapal makin menjauh dari dermaga. Warna air laut saat mendekati Pulau Kelor berwarna biru cerah.

Perahu nelayan di Dermaga Muara Kamal
Tak terasa sudah tiba waktunya kapal untuk berlabuh di dermaga kecil Pulau Kelor. Pemandu wisata kami memberikan waktu 40 menit saja untuk menikmati pulau ini. Pulaunya tergolong kecil dan kalian bisa mengelilingi pulau ini dalam beberapa menit saja. Di pulau ini terdapat beberapa pantai pasir putih yang bisa digunakan pengunjung untuk sekadar berbasah-basahan, pohon besar nan rindang yang bisa digunakan untuk berteduh, dan daya tarik utama wisata pulau ini adalah sebuah benteng peninggalan kompeni Belanda bernama Benteng Martello. 

Dermaga di Pulau Kelor

Benteng Martello

Benteng Martello merupakan saksi bisu sejarah atas Belanda yang pernah berkuasa di Indonesia. Saat ini kondisi Benteng Martello sudah cukup rusak. Kerusakan itu bukan tanpa alasan. Benteng ini pernah terguncang oleh letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dan gempa Jakarta tahun 1966. Banyak ahli memperkirakan bahwa dalam beberapa tahun kedepan pulau ini akan tenggelam seiring peningkatan air laut karena pemanasan global. Walaupun demikian, saya memuji kinerja pemerintah bersama pengelola wisata untuk membangun pemecah ombak guna mengurangi dampak abrasi laut yang dapat menenggalamkan pulau.

Dari kiri ke kanan: Rifqi, Tedy, dan Yoga,
sedang berpose dengan duduk diatas pemecah ombak

Yoga sedang mencari pijakan yang tepat di reruntuhan benteng

Sangat disayangkan saat itu banyak pengunjung yang datang sehingga waktu saya terkuras habis disini karena saya ingin jepretan saya tidak bocor. Kala itu juga, di dalam benteng digunakan untuk lokasi syuting sebuah film. Hal ini sangat disayangkan kepada pengunjung yang pertama kali datang ke pulau ini namun tidak bisa menikmati dan mengabadikan momen di dalam benteng. 

Saya sedang cosplay menjadi ikan asin
Jadi, buat temen-temen sekalian, mumpung pulaunya belum tenggelam, yuk berkunjung ke pulau ini. Masih ada waktu untuk mempelajari sejarah sekaligus melihat wujud asli bentengnya. Juga masih ada waktu untuk berfoto-foto ria dengan latar belakang benteng yang sangat artistik. Jika kalian menemukan sudut foto yang tepat, pasti hasilnya akan bagus. Saya berharap bisa kembali lagi kesini untuk menikmati wisata sejarah Pulau Kelor dengan waktu yang lebih lama. (*)

CURUG KIARA, AIR TERJUN ALA-ALA FILM JURASSIC PARK


Atas saran dari seorang guru dan salah satu teman saya, saya disarankan untuk memuat kisah-kisah perjalanan saya ke dalam sebuah blog agar (katanya) kisah saya dapat dinikmati banyak orang.  Karena saya masih baru dan awam dalam menulis blog tentang traveling, mohon maaf apabila banyak kekurangan terutama mengenai dokumentasi. Baiklah, inilah kisah perjalanan saya yang akan saya post pertama kali.

Perjalanan ini berawal dari rencana liburan anak kuliahan sembari menunggu masuk untuk menghadiri acara wajib yaitu Dies Natalis di sebuah kampus. Kami bingung mau kemana, yang jelas pokoknya jalan aja dulu. Saat di tengah jalan, tiba-tiba saya teringat salah satu curug (air terjun) yang pernah saya baca melalui rekomendasi wisata di internet. Curug itu mempunyai panorama alam yang mirip di film-film peradaban kuno ala-ala Jurassic Park. Akhirnya, kami mengarahkan navigasi Google Maps kami ke tempat itu. Curug Kiara namanya.

Curug Kiara
                                                                           
Curug Kiara terletak di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Menurut warga sekitar, nama "Kiara" diambil dari nama pohon-pohon yang tumbuh disana. Pohon ini memiliki daun yang mirip-mirip seperti daun pakis.

Kami melakukan perjalanan di pagi hari guna menghindari jalanan yang padat dan memiliki waktu yang lebih untuk menikmati curug ini. Lokasinya sudah sangat tepat jika menggunakan Google Maps. Jika naik motor ya gunakan jalur motor di Google Maps, pasti tidak akan nyasar. 

Perlu diperhatikan, sebelum kemari periksa dulu kendaraan kalian apakah kondisinya prima atau tidak. Hal ini dikarenakan tanjakan dan turunan yang menuju ke curug ini sangat-sangat curam. Juga kondisi fisik kalian haruslah dalam keadaan yang benar-benar fit. Treking yang harus dilalui untuk menuju lokasi ini cukup berat. Kalian harus berjalan cukup jauh dari lokasi parkir motor. Selain jauh, trekingnya juga naik dan turun. Jalanan yang akan kalian lewati nantinya semacam tanggul untuk membendung air yang digunakan warga selebar kurang lebih 60 cm. Sebelum turun ke curug, kalian harus membawa perbekalan yang cukup (terutama air) karena warung terakhir terletak di atas curug.

Jalanan menuju Curug Kiara

Pemandangan di sekitar parkiran motor
                                                         
Setelah melewati treking yang menantang, kalian diharuskan untuk menuruni anak tangga yang kemiringannya sekitar 80 derajat. Tenang saja, kayu yang digunakan sangat kokoh dan memiliki pegangan yang tidak licin. Selama kalian turun satu persatu dan berhati-hati, kalian tidak perlu khawatir terpeleset. Di curug ini telah terpampang tulisan bahwa pengunjung dilarang untuk berenang tepat dibawah curug karena sangat dalam. Maka dari itu kami hanya bisa menikmati sejuk dan jernihnya air di aliran sungainya.  Yang menjadi daya tarik tersendiri adalah air terjun yang diapit oleh beberapa tebing tinggi seperti di peradaban kuno ala-ala film Jurassic Park, Anaconda, dan King Kong.

Saya berpose ala King Kong
                                                       
Jernihnya air di aliran sungai dibawah Curug Kiara

Mengunjungi curug ini memang banyak "waspadanya". Ada beberapa tempat disini saya menemukan sungai yang agak dalam dan harus berhati-hati memilih pijakan supaya tahu mana yang dalam dan tidak. Disini saya juga menemukan hewan yang pernah menjadi legenda di Indonesia yaitu Tomcat. Beruntung waktu itu saya tidak menginjaknya. Selain itu, untuk yang berkacamata juga harap waspada. Kacamata teman saya jatuh ke dasar sungai saat berenang. Beruntung tidak jatuh di tempat yang dalam.
Salah satu teman saya, Rizqi, yang kacamatanya jatuh
Fasilitas disini cukup lengkap, sudah ada musala, warung makan, dan juga toilet yang dibangun seadanya. Harga makanan cukup terjangkau dan biaya untuk toilet seikhlasnya.

Karena kami datang terlalu pagi dan di hari kerja, kami belum dikenai tiket masuk karena belum ada penjaga loket yang datang. Namun, kami harus membayar saat pulang nanti. Harganya cukup terjangkau, cukup 20.000 rupiah saja sudah bisa menikmati 4 curug (Curug Bidadari, Curug Batu Ampar, Curug Susun, dan Curug Kiara). Oya, bayar parkir motor juga seharga 5000 rupiah untuk 1 motor. Dikarenakan kendala waktu dan fisik kami yang agak kurang prima, kami hanya mengunjungi Curug Kiara saja.

Tiket masuk
                                                                  
Semoga bila ada kesempatan yang memungkinkan, saya akan kembali untuk mengunjungi 3 curug yang belum sempat saya kunjungi. (*)